Penghasilan Wanita Kawin
Perlakuan Penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin
(UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 8)
Penghasilan atau kerugian bagi wanita yang telah kawin pada awal tahun pajak atau pada awal bagian tahun pajak dianggap sebagai penghasilan atau kerugian suaminya dan dikenakan pajak sebagai satu kesatuan. Penggabungan tersebut tidak dilakukan dalam hal penghasilan istri diperoleh dari pekerjaan sebagai pegawai yang telah dipotong pajak oleh pemberi kerja, dengan ketentuan bahwa :
- Penghasilan istri tersebut semata-mata diperoleh dari satu pemberi kerja.
- Penghasilan istri tersebut berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya.
Baca Juga: Download Aplikasi eSPT PPh OP 2016 v. 1.5
Contoh:
Wajib Pajak AKA yang memperoleh penghasilan neto dari usaha sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) mempunyai seorang isteri yang menjadi pegawai dengan penghasilan neto sebesar Rp 70.000.000,00 (tujuh puluh juta rupiah). Apabila penghasilan isteri tersebut diperoleh dari satu pemberi kerja dan telah dipotong pajak oleh pemberi kerja dan pekerjaan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha suami atau anggota keluarga lainnya, penghasilan neto sebesar Rp70.000.000,00 (tujuh puluh juta rupiah) tidak digabung dengan penghasilan AKA dan pengenaan pajak atas penghasilan isteri tersebut bersifat final.
Apabila selain menjadi pegawai, isteri AKA juga menjalankan usaha, misalnya salon kecantikan dengan penghasilan neto sebesar Rp80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah), seluruh penghasilan isteri sebesar Rp150.000.000,00 (Rp 70.000.000,00 + Rp 80.000.000,00) digabungkan dengan penghasilan AKA. Dengan penggabungan tersebut, AKA dikenai pajak atas penghasilan neto sebesar Rp 250.000.000,00 (Rp 100.000.000,00 + Rp 70.000.000,00 + Rp 80.000.000,00). Potongan pajak atas penghasilan isteri tidak bersifat final, artinya dapat dikreditkan terhadap pajak yang terutang atas penghasilan sebesar Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) tersebut yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
Perlakuan pajak bagi wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah dari suami
(UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 8 (2) & (3))
Penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah apabila :
- suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim;
- dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau
- dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.
Dalam hal suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan keputusan hakim, penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan pengenaan pajaknya dilakukan sendiri-sendiri. Apabila suami isteri mengadakan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan secara tertulis atau jika isteri menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, penghitungan pajaknya dilakukan berdasarkan penjumlahan penghasilan neto suami-isteri dan masing-masing memikul beban pajak sebanding dengan besarnya penghasilan neto.
Baca Juga: Penyusutan dan Amortisasi
Contoh:
Bang AKA dan istrinya diketahui memiliki 3 orang anak (K/3) serta masing-masing suami-istri memiliki NPWP yang berbeda. Selama tahun 2016, Bang AKA hanya menerima penghasilan dari PT A, begitu juga dengan Istri Bang AKA hanya menerima penghasilan dari PT B dengan rincian sebagai berikut :
• Penghasilan Neto Suami dari PT A sebesar Rp 1.200.000.000 (telah dipotong PPh 21 sebesar Rp 283.400.000)
• Penghasilan Neto Istri dari PT B sebesar Rp 840.000.000 (telah dipotong PPh 21 sebesar Rp 180.800.000)
Dengan adanya perbedaan NPWP baik bagi suami maupun istri (Status MT), maka berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER – 36/PJ/2015 atas penghasilan suami maupun istri tersebut harus dilakukan penghitungan kembali. Berikut ini contoh penghitungan kembali secara proporsional :
Penghasilan Neto Suami = Rp 1.200.000.000
Penghasilan Neto Istri = Rp 840.000.000 +
Total Penghasilan Neto = Rp 2.040.000.000
PTKP (K/I/3) = Rp 126.000.000
Penghasilan Kena Pajak = Rp 1.914.000.000
PPh Terutang Gabungan (Suami & Istri) :
5% X 50.000.000 = Rp 2.500.000
15% X 200.000.000 = Rp 30.000.000
25% X 250.000.000 = Rp 62.500.000
30% X 1.414.000.000 = Rp 424.200.000 +
Jumlah PPh Terutang Gabungan (Suami & Istri) Rp 519.200.000
Setelah dilakukan penghitungan kembali secara proporsional, berikut ini jumlah PPh terhutang bagi masing-masing suami-istri yang harus dilaporkan di dalam SPT Induk :
Penghasilan Neto Suami/Istri X PPh Terutang Gabungan (Suami & Istri) :
Total Penghasilan Neto
- Suami :
Rp1.200.000.000
Rp2.040.000.000 x Rp 519.200.000 = Rp305.411.765 - Isteri :
Rp840.000.000
Rp2.040.000.000 x Rp519.200.000 = Rp213.788.235
Baca Juga: Download Patch Update e-Faktur Versi 3.0 SPT Masa PPN
Selanjutnya untuk menghitung jumlah PPh Kurang Bayar/(Lebih Bayar) bagi masing-masing suami-istri, maka jumlah PPh terhutang diatas terlebih dahulu mengkredtikan jumlah PPh 21 yang telah dipotong oleh masing-masing tempat suami-istri bekerja :
- SPT Induk Suami :
PPh Terutang Rp 305.411.765
Kredit Pajak (PPh 21) Rp 283.400.000 –
PPh Kurang/(Lebih) Bayar Rp 22.011.765 - SPT Induk Istri :
PPh Terutang Rp213.788.235
Kredit Pajak (PPh 21) Rp180.800.000 –
PPh Kurang/(Lebih) Bayar Rp 32.988.235
Penghasilan Anak Belum Dewasa
Perlakuan Penghasilan atau kerugian bagi Anak Belum Dewasa
(UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 8 (4))
Penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun sumber penghasilannya dan apa pun sifat pekerjaannya digabung dengan penghasilan orang tuanya, kecuali penghasilan dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha orang yang mempunyai hubungan istimewa.
Yang dimaksud dengan anak yang belum dewasa adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah menikah.
Penghasilan anak yang belum dewasa yang tidak digabung dengan penghasilan orang tuanya hanya penghasilan yang berasal dari pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan usaha atau kegiatan dari orang yang memiliki hubungan istimewa dengan anak tersebut.
Apabila seorang anak belum dewasa, yang orang tuanya telah berpisah, menerima atau memperoleh penghasilan, maka pengenaan pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya berdasarkan keadaan yang sebenarnya.