Bangun Guna Serah (Build, Operate, and Transfer)

Bangun Guna Serah (Build, Operate, and Transfer)

Pengertian Bangun Guna Serah
(248/KMK.04/1995 jo SE-38/PJ.4/1995)

Bangun Guna Serah (“Built Operate and Transfer”) adalah bentuk perjanjian kerjasama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun guna serah (BOT), dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah masa guna serah berakhir.
Bangunan yang didirikan investor dapat berupa gedung perkantoran, apartemen, pusat perbelanjaan, rumah toko, hotel, dan/atau bangunan lainnya.

Baca Juga: Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Pengertian Penghasilan Investor
(248/KMK.04/1995 jo SE-38/PJ.4/1995)

Penghasilan Investor adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh investor dari pengusahaan bangunan yang didirikannya, antara lain :

  1. Sewa / Penghasilan sehubungan dengan penggunaan harta
  2. Penghasilan sehubungan dengan pengusahaan bangunan, seperti ; pengusahaan hotel, sport center, tempat hiburan, dsb.
  3. Penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh dari pemegang hak atas tanah, dalam hal masa perjanjian bangun guna serah diperpendek dari masa yang telah ditentukan.

Apabila dalam pelaksanaan bangun guna serah diberikan penggantian atau imbalan kepada investor, maka penggantian atau imbalan tersebut adalah penghasilan bagi investor dalam tahun diterimanya hak penggantian atau imbalan tersebut (KMK 248/KMK.04/1995)

Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto bagi investor
(SE-38/PJ.4/1995)

Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto bagi investor adalah biaya yang sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berkenaan dengan pengusahaan bangunan yang didirikan berdasarkan perjanjian bangun guna serah tersebut.

Ketentuan Amortisasi Biaya Pendirian Bangunan oleh Investor
(SE-38/PJ.4/1995)

Amortisasi Biaya Pendirian Bangunan oleh Investor :

  • Amortisasi biaya pendirian bangunan dengan menggunakan metode garis lurus (diamortisasi dalam jumlah sama besar ) selama masa perjanjian bangun guna serah.
Baca Juga :  Mengenal PPN Wapu: Apa Itu dan Bagaimana Cara Menghitungnya?

Contoh :
Investor PT ABC mendirikan bangunan gedung perkantoran 12 lantai atas tanah milik PT PG berdasarkan perjanjian bangun guna serah dengan biaya Rp 30.000.000.000,00 untuk masa selama 15 tahun. Amortisasi yang dilakukan oleh PT ABC setiap tahun adalah sebesar Rp. 2.000.000.000,00 (Rp.30.000.000.000,00 : 15)

Baca Juga: Penyusutan dan Amortisasi

  • Apabila masa perjanjian bangun guna serah diakhiri lebih pendek dari masa yang telah ditentukan dalam perjanjian, maka sisa biaya pembangunan yang belum diamortisasi dibebankan sekaligus pada tahun diakhirinya perjanjian bangun guna serah tersebut.

Contoh :
Berdasarkan contoh 1,PT ABC pada akhir tahun ke dua belas menyerahkan bangunan kepada PT PG .dengan diperpendeknya masa perjanjian tersebut kepada PT ABC diberikan imbalan oleh PT PG sebesar Rp 5.000.000.000,00 pada akhir tahun ke dua belas (tahun berakhirnya masa perjanjian bangun guna serah) PT ABC memperoleh tambahan penghasilan sebesar Rp 5.000.000.000,00 (Rp 30.000.000.000,00 – (12x Rp 2.000.000.000,00).

  • Apabila masa perjanjian bangun guna serah diperpanjang dari masa perjanjian yang telah ditentukan karena adanya penambahan bangunan, maka biaya tambahan tersebut ditambahkan pada sisa biaya yang belum diamortisasi, dan selanjutnya diamortisasi hingga berakhirnya masa perjanjian yang diperpanjang tersebut.

Contoh :
Berdasarkan Contoh 1, PT ABC pada tahun ke sebelas menambah bangunan dengan biaya Rp 20.000.000.000,00 dan masa bangun guna serah diperpanjang 5 tahun sehingga menjadi 20 tahun. Penghitungan amortisasi PT ABC mulai tahun ke sebelas sebagai berikut:

Baca Juga: Download Aplikasi e-SPT Masa PPh Pasal 4(2) Versi 2.0.1

  1. sisa yang belum diamortisasi pada awal tahun ke sebelas Rp.10.000.000.000,00
  2. Nilai perolehan hak atas penambahan bangunan
    pada tahun ke sebelas Rp.20.000.000.000.00
  3. dasar amortisasi yang baru Rp.30.000.000.000,00
  4. masa amortisasi adalah 10 tahun (20 tahun – 10 tahun)
  5. Amortisasi setiap tahun mulai tahun
    ke sebelas (Rp.30.000.000.000,00 : 10) Rp. 3.000.000.000,00
  • Amortisasi biaya pendirian bangunan dimulai pada tahun mulai digunakannya atau diusahakannya bangunan tersebut. Biaya pendirian bangunan dikapitalisir terlebih dahulu sampai bangunan dapat digunakan atau diusahakan.
Baca Juga :  Instrumen Kebijakan Fiskal Adalah

Penghasilan Bagi Pemegang Hak atas Tanah
(SE-38/PJ.4/1995)

  1. Bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah setelah masa perjanjian bangun guna serah berakhir
  2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pemegang hak atas tanah sehubungan dengan perjanjian bangun guna serah, seperti :
  • Pembayaran berkala yang dilakukan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah selama masa perjanjian.
  • Bagian dari uang sewa bangunan
  • Bagian keuntungan dari pengusahaan bangunan yang diberikan oleh invistor
  • Penghasilan lainnya sehubungan dengan perjanjian bangun guna serah
    – penyerahan sebagian bangunan dalam hal bangunan yang didirikan oleh investor tidak seluruhnya menjadi hak investor tetapi sebagian diserahkan kepada pemegang hak atas tanah

Baca Juga: Tata Cara Penghapusan NPWP dan/atau Pencabutan Pengukuhan PKP

Perlakuan pajak penghasilan atas penghasilan Pemegang Hak atas Tanah
(248/KMK.04/1995 jo SE-38/PJ.4/1995)

PPh yang terutang sebesar = 5% x Nilai tertinggi antara nilai pasar dengan NJOP bagian bangunan yang diserahkan tersebut. PPh tersebut harus dilunasi selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa bangun guna serah berakhir

Nilai tertinggi antara nilai pasar dan NJOP bangunan yang diterima oleh pemegang hak atas tanah tersebut merupakan nilai perolehan bangunan bagi pemegang hak atas tanah.

Dalam hal bangunan yang didirikan oleh investor tidak seluruhnya menjadi hak investor tetapi sebagian diserahkan kepada pemegang hak atas tanah maka PPh yang terutang harus dilunasi oleh pemegang hak atas tanah selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah penyerahan.

Dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) tersebut di atas apabila pemegang hak atas tanah adalah badan pemerintah

Baca Juga: Download Aplikasi e-SPT Masa PPh Pasal 4(2) Versi 2.0.1

Sifat pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan Pemegang Hak atas Tanah
(248/KMK.04/1995 Jo SE-38/PJ.4/1995)

Baca Juga :  Peraturan dan Cara Perhitungan Pajak Bunga Deposito

Dalam hal pemegang hak atas tanah merupakan wajib pajak orang pribadi atau yayasan atau organisasi yang sejenis, pembayaran PPh 5% tersebut di atas bersifat final.

Dalam hal pemegang hak atas tanah merupakan wajib pajak badan atau BUT, pembayaran PPh 5% tersebut merupakan angsuran PPh dalam tahun berjalan (PPh Pasal 25) yang dapat dikreditkan.

Related posts