Pemerintah mulai membicarakan pengenaan pajak penghasilan (PPh) final bagi mereka yang berinvestasi di aset digital. Berdasarkan informasi dari beberapa sumber, persentase PPh sudah mulai turun menjadi 0,03%.
Namun Neilamldrin Noor, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengatakan, saat ini DJP sedang mendiskusikannya dengan pihak yang berwenang.
“DJP saat ini sedang mengkaji dan melakukan kajian mendalam mengenai perpajakan transaksi mata uang kripto, termasuk skemanya.”
Sebab, transaksi kripto merupakan hal yang baru, lanjutnya, sehingga memerlukan penyelidikan yang lebih mendalam.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Indrasari Wisnu Wardhana mengatakan, aset kripto di masa depan akan dikenakan tarif pajak penghasilan (PPh) final yang sama dengan yang digunakan di Bursa Efek Indonesia.
Menurut Wisnu, penetapan pajak atas aset kripto dimaksudkan sebagai motivator bagi investor untuk masuk ke sektor kripto Indonesia, khususnya investor asing.
Oleh karena itu, yang dibutuhkan hanya pedagang dalam negeri, ujarnya.
Sementara itu, Oscar Darmawan, CEO Indodax, mengaku mendukung perpajakan aset digital karena akan memajukan industri di Indonesia dan memberikan kepastian hukum yang lebih bagi investor.
“Transaksinya jauh lebih legal dan meningkatkan legitimasi aset kripto di Indonesia,” klaimnya.
Seperti diketahui, pasar cryptocurrency di Indonesia berkembang pesat. Dalam lima bulan pertama tahun 2021 saja, transaksi cryptocurrency mencapai Rp370 triliun. Transaksi pada tahun 2020 meningkat hingga angka tersebut. Muhammad Luthfi, Menteri Perdagangan, mengatakan tahun lalu hanya dibelanjakan Rp 65 triliun.