Pengertian
(UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 15)
Norma Penghitungan khusus adalah prosentase tertentu dari peredaran atau penghasilan bruto untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan umum penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Norma Penghitungan Khusus Wajib Pajak tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Baca Juga: Pengurang Penghasilan Bruto
Wajib Pajak tertentu yang dikenakan pajak dengan Norma Penghitungan Khusus
(Penjelasan UU Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 15)
- Perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional,
- Perusahaan asuransi luar negeri,
- Perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi,
- Perusahaan dagang asing,
- Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun-guna-serah (“build, operate, and transfer”)
Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Internasional
Pengertian Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri
(417/KMK.04/1996, SE-32/PJ.4/1996)
Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan adalah Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan yang bertempat kedudukan di luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.
Baca Juga: Pajak Penghasilan Sebagai Pajak Subjektif
Peredaran bruto bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri
(417/KMK.04/1996, SE-32/PJ.4/1996)
Yang dimaksud dengan peredaran bruto bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Internasional adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
Dengan demikian tidak termasuk penggantian atau imbalan yang diterima atau diperoleh perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri tersebut dari pengangkutan orang dan/atau barang dari pelabuhan di luar negeri ke pelabuhan di Indonesia.
Berapa besarnya perkiraan penghasilan neto yang ditetapkan bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri (417/KMK.04/1996, SE-32/PJ.4/1996)
Besarnya Norma Penghitungan neto bagi Wajib Pajak perusahaan Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Internasional adalah sebesar 6% (enam persen) dari peredaran bruto.
Pajak penghasilan yang ditetapkan bagi Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri
(417/KMK.04/1996, SE-32/PJ.4/1996)
Besarnya Pajak Penghasilan bagi perusahaan Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Internasional adalah sebesar 2,64% (dua koma enam puluh empat persen) dari peredaran bruto dan bersifat final, dengan perhitungan sbb :
Baca Juga: Tindak Pidana di Bidang Perpajakan
PPh : 30% x 6% = 1,8%
PPh Pasal 26 : 20% x (30% x 6%) = 0,84%
Jumlah PPh : 1,8% + 0,84% = 2,64%
Tata cara pelunasan PPh yang terutang bagi Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri
(SE-32/PJ.4/1996)
- Dalam hal penghasilan diperoleh berdasarkan perjanjian charter, maka pihak yang membayar atau pihak yang mencharter wajib :
– memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya imbalan/nilai pengganti.
– Memberikan Bukti pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri (final) kepada pihak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dengan menggunakan bentuk yang telah dilakukan.
– menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).
– melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan, dengan menggunakan bentuk sebagaimana pada Lampiran II, dilampiri dengan Lembar ke-3 SSP dan lembar ke-2 Bukti Pemotongan PPh atas Penghasilan Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri (final). - Dalam hal penghasilan diperoleh selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, maka Wajib Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar Negeri Wajib:
– menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat lambatnya tanggal 15 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Final.
– melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan, dengan menggunakan bentuk yang telah ditentukan, dilampiri dengan lembar ke-3 SSP Final.
Baca Juga: Bentuk Usaha Tetap (BUT)
Perlakuan PPh bagi Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri yang menggunakan agen
(SE-10/PJ.43/1999)
Dalam hal jasa pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri dilakukan dengan menggunakan sistem q.q, maka bukti pemotongan PPh final atas transaksi yang dilakukan oleh perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri juga harus dilakukan dengan menggunakan sistem q.q, yaitu dengan cara memakai nama agen q.q perusahaan pelayaran dan dengan mencantumkan alamat perusahaan pelayaran. Selanjutnya, pada kotak NPWP ditulis NPWP perusahaan pelayaran dan dibawahnya ditulis NPWP agen.
Jasa pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri yang dilakukan dengan menggunakan sistem q.q, dalam pelaksanaannya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
- Pemberi hasil adalah pihak yang mencharter kapal;
- Penerima hasil adalah Wajib Pajak perusahaan pelayaran luar negeri yang memperoleh imbalan atau nilai pengganti sehubungan dengan pengangkutan orang dan/atau barang berdasarkan perjanjian charter (termasuk awak kapal);
- Agen adalah pihak yang menerima pembayaran yang dalam hal ini hanya bertindak sebagai perantara, dengan memperoleh imbalan berupa komisi dari perusahaan pelayaran. Hal ini harus jelas disebutkan dalam kontraknya.
Perusahaan pelayaran wajib memotong dan menyetor PPh Pasal 23 atas imbalan berupa komisi jasa perantara yang dibayarkan kepada agen sebesar 15% x 30% atau 4,5% dari jumlah bruto tidak termasuk PPN.