Rekomendasi OECD Fiscal Committee Menyangkut “CONDUIT COMPANIES”

materipajak.id

Penggunaan “conduit companies” oleh perusahaan multinasional sudah menjadi bagian dari tax planningnya. Biasanya “conduit companies” didirikan di negara-negara tax haven atau negara yang tarif pajaknya relatif rendah. Dalam kaitannya dengan tax planning, conduit companies tersebut mungkin saja didirikan di negara-negara yang mempunyai treaty net work, dengan tujuan untuk memperoleh manfaat dari suatu tax treaty.

Baca Juga: Pemberian Stock Options dan Masalah Transfer Pricing

Seperti diketahui peraturan perundang-undangan di beberapa negara memungkinkan conduit companies diperlakukan sebagai wajib pajak dalam negeri (resident taxpayer) di negaranya. Apabila conduit companies tersebut berada di negara yang mempunyai treaty net work yang cukup luas maka conduit companies tersebut dapat dimanfaatkan oleh perusahaan atau orang-orang dalam rangka tax planning. Dalam hal demikian “conduit companies” dapat disebut sebagai “stepping-stone companies”.
Masalah ini sudah menjadi perhatian dari OECD Fiscal Committee dalam hubungannya dengan upaya mencegah terjadinya “harmful tax practice”.

Bagaimana hal itu dapat dicegah melalui persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B)? Yang selama ini telah dilakukan dalam upaya mencegah mereka yang seharusnya tidak berhak atas perlakuan berdasarkan P3B, adalah dengan menerapkan konsep “beneficial owner” yang diterapkan atas penghasilan berupa bunga, dividen dan royalti, walaupun masih belum memadai.
Beberapa pendekatan atas masalah tersebut telah ditawarkan oleh OECD Fiscal Committee, yang secara ringkas diuraikan di bawah ini.

Baca Juga: Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Meksiko Sudah di Ratifikasi

a. Look-through approach

Mencegah agar conduit companies tidak dapat menikmati fasilitas P3B, pada dasarnya ditempuh dengan menambah syarat tambahan bahwa perusahaan yang berdomisili di negara P3B mempunyai pemegang saham yang merupakan subjek pajak negara (resident taxpayer) tersebut.

Dengan perkataan lain, apabila perusahaan di salah satu negara (yang mempunyai P3B) dimiliki atau dikuasai oleh orang atau badan yang bukan subjek pajak salah satu negara maka perusahaan tersebut tidak berhak diperlakukan sebagai subjek pajak (tax resident) sebagaimana dimaksud dalam Article 4 (Resident) dari P3B, yaitu ketentuan yang mengatur tentang orang atau badan yang dicakup oleh P3B yang bersangkutan. Rumusan dari Article 4 tersebut, berdasarkan OECD Model maupun United Nations Model (UN Model) adalah seperti di bawah ini:

For the purposes of this Convention, the term “resident of a Contracting State” means any person who, under the laws of that State, is liable to tax therein by reason of his domicile, residence, place of management, or any other criterion of a similar nature, and also includes that State and any political subdivision or local authority thereof. This term, however, does not include any person who is liable to tax in that State in respect only of income from sources in that State or capital therein.”

Baca Juga: Perlakuan PPN Atas Impor dan/atau Penyerahan Barang Modal Berupa Mesin dan Peralatan Pabrik

Ketentuan diatas dimaksudkan untuk memastikan bahwa subjek pajak yang menjadi cakupan di dalam P3B adalah mereka yang membayar pajak di negara tersebut atas dasar domisilinya atau kriteria lain yang serupa. Namun demikian hal ini belum menjamin bahwa badan yang bersangkutan memang subjek pajak negara tersebut, artinya bukan merupakan conduit companies.
Oleh karena itu, maka perlu diterapkan pendekatan “look-through” untuk meyakinkan bahwa badan/perusahaan yang berdomisili di salah satu negara memang murni subjek pajak negara tersebut.

Dalam hubungan ini perlu dipertimbangkan tambahan ketentuan yang membatasi bahwa subjek pajak badan yang memenuhi kriteria tertentu saja yang berhak menikmati ketentuan-ketentuan di dalam P3B, seperti beikut ini:

“A company that is a resident of a Contracting State shall not be entitled to relief from taxation under this Convention with respect to any item of income, gains or profits if it is owned or controlled directly or through one or more companies, wherever resident, by persons who are not resident of a Contracting State.”

Pendekatan melalui “look-though” sangat tepat apabila diterapkan terhadap P3B dengan negara-negara yang mempunyai tarif pajak rendah.

Baca Juga: Formulir Perubahan Data Wajib Pajak

b. Subject-to-tax approach

“Look through approach” sebagaimana diuraikan di atas merupakan pendekatan dari sisi “subjek pajak”. Pencegahan penggunaan conduit company juga dapat ditempuh dengan menerapkan pendekatan dari sudut “objek pajak-nya”, yaitu melalui apa yang disebut “subject-to-tax provisions”. Ketentuan yang menyangkut “subject-to-tax” pada dasarnya adalah bahwa jenis penghasilan yang memperoleh fasilitas sesuai dengan ketentuan di dalam suatu P3B, yang timbul di negara sumber, hanya berlaku apabila penghasilan tersebut dikenai pajak di negara domisili.

Prinsip ini pada dasarnya sesuai dengan tujuan suatu P3B yaitu untuk menghindari pengenaan pajak berganda.
Namun demikian pendekatan “subject-to-tax” tersebut tetap harus dilengkapi dengan syarat bahwa (badan/perusahaan) yang menerima penghasilan tersebut mempunyai pemegang saham yang merupakan subjek pajak negara tersebut. Dalam hal sebagian dari pemegang sahamnya adalah bukan subjek pajak negara yang bersangkutan, dan penyertaannya di perusahaan tersebut memungkinkannya untuk menguasai perusahaan tersebut (substantial interest), maka pembebasan pajak atau pengenaan tarif yang lebih rendah berdasarkan P3B, hanya berlaku terhadap penghasilan yang berdasarkan undang-undang domestik di negara domisili yang dipajaki di negara tersebut. Dalam hubungan ini di dalam P3B yang bersangkutan perlu diberi batasan atas apa yang disebut dengan „substantial interest“.

Baca Juga: Penghitungan PPh Pada Akhir Tahun

c. Channel approach

Pendekatan melalui “subject-to-tax” masih belum menjamin terhadap strategi yang lazim disebut “stepping-stone strategy”. Oleh karena itu pendekatan dengan menerapkan ketentuan “subject-to-tax” harus dilengkapi dengan “channel approach”. Prinsip utama dalam “channel approach” adalah bahwa penghasilan yang diperoleh suatu perusahaan di negara domisili dari negara sumber, tidak dipakai untuk memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga yang berdomisili di negara ketiga. Di dalam rekomendasinya OECD memberikan benchmark bahwa penghasilan yang dipakai untuk keperluan tersebut melebihi 50% dari penghasilan.

Pendekatan-pendekatan tersebut diatas masih perlu dilengkapi dengan beberapa ketentuan sehingga fasilitas yang ada di dalam P3B benar-benar dinikmati oleh subjek pajak ke dua negara. Berdasarkan rekomendasi dari OECD tambahan ketentuan untuk pendekatan-pendekatan yang diuraikan dibawah, disebut dengan „bona fide provisions“, yang pada dasarnya suatu perusahaan yang didirikan di salah satu negara bukan semata-mata dengan maksud untuk menikmati ketentuan di dalam P3B.

Dalam hubungan ini P3B Indonesia-Amerika sudah memuat ketentuan-ketentuan tersebut diatas, yang menyangkut dua hal yaitu i) untuk memastikan bahwa badan/perusahaan yang menerima penghasilan adalah perusahaan yang pemegang sahamnya terdiri dari kombinasi dari subjek pajak dari kedua negara dan ii) penghasilan yang diperoleh dari negara sumber tidak digunakan untuk menutup kewajiban terhadap subjek pajak di negara ketiga. Aturan tersebut dimuat di Article 28(6) (General Rules of Taxation), yang rumusannya adalah sebagai berikut.

Baca Juga: Norma Penghitungan Khusus

General rules of Taxation

Except as provided in paragraph 7, a person (other than an individual) which is a resident of a Contracting State shall not be entitled under this Convention to relief from taxation in the other Contracting State unless:

  • more than 50 percent of the beneficial interest in such person (or in the case of a company, more than 50 percent of the number of shares of each class of the company’s shares) is owned directly or indirectly by any combination of one or more:

(i) individuals who are residents of the United States;
(ii) citizens of the United States;
(iii) individuals who are residents of Indonesia;
(iv) companies as described in paragraph (7)(a); and
(v) the Contracting States; and

  • the income of such person is not used in substantial part, directly or indirectly, to meet liabilities (including liabilities for interest or royalties) to persons other than those enumerated in subparagraphs (a)(i) through (v).”

Ayat (6) huruf (a) diatas mengatur tentang subjek pajak siapa saja (dalam hal ini adalah badan/perseroan) yang berhak untuk menikmati ketentuan di dalam P3B. Pemegang saham dari perseroan dimaksud harus memenuhi syarat yang ditetapkan di ayat (a) tersebut. Huruf (b) dari ayat (6) di atas merupakan syarat bahwa sebagian besar dari penghasilan tersebut tidak dipergunakan untuk memenuhi kewajiban kepada subjek pajak selain dari yang disebutkan di sub-ayat (i) sampai dengan (v).
Contoh serupa juga dapat dijumpai di P3B dengan Inggris yang menyangkut pembayaran bunga, yang diatur di Article 11(9), yang rumusannya adalah sebagai berikut:

Baca Juga: Pajak Atas Penghasilan Anggota Keluarga

Interest

The provisions of this Article shall not apply if it was the main purpose or one of the main purposes of any person concerned with the creation or assignment of the debt-claim in respect of which the interest is paid to take advantage of this Article by means of that creation or assignment.”

Ketentuan diatas dimaksudkan untuk mencegah mereka yang tidak berhak menikmati ketentuan-ketentuan yang diatur di dalam P3B dengan cara melakukan assignment atas piutang.
Ketentuan yang serupa juga dapat dijumpai di Article 12(7) (Royalties), yang rumusannya adalah sebagai berikut:

Royalties

The provisions of this Article shall not apply if it was the main purpose or one of the main purposes of any person concerned with the creation or assignment of the right or property in respect of which the royalties are paid to take advantage of this Article by means of that creation or assignment.”

Kesimpulan

Sudah saatnya kebijakan P3B Indonesia disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di luar negeri dalam kaitannya dengan pencegahan terjadinya penyalahgunaan P3B. Hal ini sangat relevan terutama apabila proses yang sedang berjalan melibatkan negara dengan tarif pajak yang rendah.

Yang perlu dilakukan adalah menerapkan prinsip yang diuraikan diatas sehingga penciptaan conduit companies untuk menikmati ketentuan P3B bisa dicegah.

Untuk P3B yabg sudah ada dan masih berlaku perlu dikaji kembali dengan negara mana saja yang perlu dilengkapi dengan ketentuan anti-abuse dalam kaitannya dengan “conduit companies”. Hal ini perlu dijajagi kemungkinannya melalui “mutual agreement procedure” yang membutuhkan proses yang lebih sederhana daripada jika harus melakukan renegosiasi.

Related posts