Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Pembayaran Premi Asuransi dan Premi Reasuransi Kepada Perusahaan Asuransi di Luar Negeri

Perlakuan pajak penghasilan Atas pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri (624/KMK.04/1994). Atas pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto.

Baca Juga: Penyusutan dan Amortisasi

Perkiraan penghasilan neto yang ditetapkan Atas pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri
(624/KMK.04/1994, SE-25/PJ.4/1995)

Read More
  • atas premi dibayar tertanggung kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah premi yang dibayar;
  • atas premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah premi yang dibayar;
  • atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 5% (lima persen) dari jumlah premi yang dibayar.

Besarnya perkiraan penghasilan neto perusahaan asuransi luar negeri serta tarif efektif PPh Pasal 26 adalah sebagai berikut :

tarif efektif PPh Pasal 26

 

 

 

Baca Juga: Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Contoh :

  • Suatu perusahaan penyewaan gedung kantor, PT A, mengasuransikan bangunan bertingkat langsung ke perusahaan asuransi di luar negeri dengan membayar jumlah premi selama tahun 1995 sebesar Rp. 1 milyar.
    besarnya perkiraan penghasilan neto perusahaan asuransi luar negeri adalah :
    50% x Rp 1 milyar = Rp. 500.000.000,00.
    Besarnya PPh Pasal 26 yang harus dipotong oleh PT A selama tahun 1995 adalah :
    20% x Rp. 500.000.000,00 = Rp. 100.000.000,00 (10% x Rp. 1 milyar).
  • Jika PT A mengasuransikan kepada perusahaan asuransi di dalam negeri, PT B, dengan membayar jumlah premi yang sama sebesar Rp. 1 milyar, dan kemudian PT.B mere-asuransikan sebagian polis asuransi tersebut kepada perusahaan asuransi luar negeri dengan membayar premi sebesar Rp. 500 juta besarnya perkiraan penghasilan neto perusahaan asuransi di luar negeri adalah : 10% x Rp. 500 juta = Rp. 50.000.000,00 dan PPh Pasal 26 yang wajib dipotong oleh PT B adalah : 20% x Rp. 50 juta = Rp. 10.000.000,00 (2% x Rp. 500.000.000,00).
Baca Juga :  Peraturan Terbaru Mengenai Perubahan Tarif Efektif Pajak Karyawan Mulai Januari 2024

payment of insurance premiums

 

 

 

 

 

 

 

 

Kewajiban melakukan pemotongan PPh Pasal 26

(SE-25/PJ.4/1995)

  • Tertanggung yaitu pemegang polis yang membayar premi asuransi kepada perusahaan asuransi di luar negeri; atau
  • Perusahaan asuransi di Indonesia yang mereasuransikan sebagian atau seluruh tanggungannya kepada perusahaan asuransi di luar negeri; atau
  • Perusahaan reasuransi di Indonesia yang mereasuransikan kembali sebagian atau seluruh tanggungannya kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

Saat terutangnya PPh Pasal 26

(624/KMK.04/1994)

Baca Juga: Download Aplikasi eSPT PPh 23-26 PER-53 PJ 2009

PPh 26 atas penghasilan terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran premi atau pada akhir bulan terutangnya premi asuransi tersebut.

Saat penyetoran PPh Pasal 26

(624/KMK.04/1994, SE-25/PJ.4/1995)

Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 26 dilakukan oleh pemotong selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari setelah saat terutangnya pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).

Pemotong pajak wajib membuat Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26, dalam rangkap 3 (tiga) :

  • Lembar 1, untuk pihak yang dipotong penghasilannya;
  • Lembar 2, untuk dilampirkan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Penghasilan 26 yang disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong pajak terdaftar;
  • Lembar 3, untuk arsip pemotong pajak.

Saat pelaporan PPh Pasal 26

(624/KMK.04/1994, SE-25/PJ.4/1995)

Pemotong pajak wajib melaporkan pemotongan serta penyetoran PPh Pasal 26 yang telah dilakukan selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 26 dengan melampirkan :

  • Daftar Bukti Pemotongan PPh Pasal 26;
  • Lembar kedua Bukti Pemotongan PPh Pasal 26;
  • Lembar ketiga Surat Setoran Pajak (SSP).

sumber: pajak.go.id

Related posts